Langsung ke konten utama

Bahagiaku Menjadi Ibu untuk Anak Istimewaku

Pernah bermimpi menjadi Ibu istimewa?

Atau, pernah berimajinasi, bagaimana jika saya menjadi ibu istimewa?

Saya pernah. Dan, atas kehendak Yang Maha Kuasa pula, saya diizinkan untuk menjalani peran ini. 

Bagaimana ceritanya?

Tunggu sebentar.

Ada baiknya, kita samakan dulu persepsi tentang istilah "ibu istimewa" ini ya. Ibu istimewa dalam tulisan ini maksudnya adalah ibu yang diamanahi anak istimewa atau anak spesial. Ya, pada dasarnya semua ibu dan semua anak memang istimewa. Namun, penggunaan istilah istimewa di sini, lebih merujuk pada anak yang membutuhkan perlakuan khusus untuk mendukung tumbuh kembangnya.

Kisah bermula ketika anak sulung saya, yang sampai sekarang masih belum beradik, menapaki usia 2 tahun.

Di usia itu, ia masih terbatas dalam berbicara. Di saat anak-anak seusianya sudah bisa menggabungkan dua kata sekaligus atau memahami kalimat perintah sederhana, si sulung saya baru mampu mengungkapkan kata Aya (Ayah) dan Adda (Bunda). Saat namanya dipanggil, ia cenderung tidak menoleh, terkesan cuek. Namun pendengarannya kami rasa tidak bermasalah, karena saat ada suara petir, ia tampak terkejut. Ia juga cenderung menggunakan gerak fisik untuk menjelaskan keinginannya. Misalnya, mengambil piring dan menyerahkannya pada saya sebagai tanda bahwa ia ingin makan. Energinya juga relatif berlebih. Jika kami membawanya ke lapangan, ia akan berjalan menelusuri lapangan sepuasnya. Jika kami mengiringinya berjalan ditrotoar, ia sanggup menelusurinya hingga lebih dari 1 km. 

Awalnya kami beranggapan bahwa, kondisinya biasa saja. Meskipun kekhawatiran juga kadang muncul dalam pikiran kami, namun seringnya kami yakin bahwa ketika saatnya tiba, ia akan mampu berbicara walaupun mungkin lebih terlambat dibandingkan teman seumurannya. Namun, setelah menunggu hingga sekitar 6 bulan berikutnya, tidak tampak kemajuan berarti dalam kemampuan bicaranya.

Suara dari kiri kanan mulai menguat, mempertanyakan mengapa anak kami masih belum bisa berbicara. Kami yang awalnya merespon dengan santai saja, mulai merasa tidak nyaman. Hingga ada yang menduga bahwa anak kami kelainan. Namun batin kami menolak hal itu. 

Singkat kata, atas masukan dari keluarga dekat. Kami memutuskan untuk berkonsultasi ke dokter untuk mencari tahu apakah ada gangguan perkembangan pada anak kami. Pertimbangan kami adalah jika setelah berkonsultasi, ternyata disimpulkan tidak ada masalah, maka kami tidak perlu khawatir atas tahapan tumbuh kembang anak kami. Namun, jika ternyata memang disimpulkan ada masalah, maka kami akan menempuh langkah apa pun yang harus dilakukan demi kebaikan anak kami.

Deg-degan. Itu yang kami rasakan saat kami menjalani tahapan-tahapan pemeriksaan. Berharap tidak ada masalah pada anak kami, sembari menyiapkan batin jika yang terjadi adalah sebaliknya.

Akhirnya setelah mengikuti serangkaian tes, anak kami didiagnosis mengalami "speech delayed", keterlambatan bicara. Ia pun diprogramkan untuk menjalani psikoterapi 2 kali dalam seminggu. 

Ya, istimewa. Kami dianugerahi anak istimewa. Campur aduk rasanya saat kami mendengar diagnosis dokter tersebut. Merasa bersalah, cemas, bingung, takut, bertanya-tanya akankan anak istimewa kami mampu berbicara dan berkomunikasi dengan baik di masa depan. Di sisi lain kami mencoba menguatkan hati dan berpikir positif bahwa ini akan bisa teratasi dan terus menanamkan keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah menetapkan sesuatu dengan sia-sia. 

Bismillaahirrahmaanirrahiim. 

Dengan nama-Mu ya Allah, kami mulai tahap baru dalam kehidupan kami untuk mengupayakan yang terbaik untuk anak kami yang istimewa. Alhamdulillaah.. 

Perjalanan setelah hari itu menjadi perjalanan yang spesial. Tantangan di awal perjalanan adalah berdamai dengan diri sendiri. Tidak mudah, namun kami terus mencoba melawan pikiran-pikiran buruk yang kadang muncul. Semaksimal mungkin kami coba untuk disiplin mengikuti program terapi. 

Keunikan anak istimewa kami tak jarang membuatnya menjadi pusat perhatian di mana pun kami berada. Ada yang melihat anak kami dengan tatapan biasa namun seolah mencoba memahami, ada yang tatapannya seperti tak nyaman melihat "kehiperaktifan" anak kami. Ada juga yang langsung bertanya pada saya guna memenuhi rasa ingin tahunya atas keunikan anak istimewa kami. 

Tak jarang saya, ibunya, yang baper, "bawa perasaan" atas respon lingkungan terhadap anak kami. Tapi semakin ke sini, Ibunya semakin terlatih untuk menerapkan "seni bersikap bodo amat" atas respon lingkungan yang mungkin tak bersesuaian dengan harapan saya. 

Mungkin dulu saya terlalu sombong pernah melabeli diri saya sendiri sebagai orang yang penyabar. Namun ternyata saya salah. Hadirnya anak istimewa saya justru menjadi jalan bagi saya untuk melatih diri menjadi orang yang penyabar, pandai bersyukur, dan memiliki cara pandang baru saat bertemu anak-anak istimewa. MasyaAllah, Tabarakallah. 

Kini, Alhamdulillah anak istimewaku tersayang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Dengan energi yang Alhamdulillah masih berlimpah dan kemampuan bicara yang Alhamdulillah jauh lebih baik dibandingkan saat usianya 2,5 tahun dulu.

Alhamdulillah. Aku bahagia menjadi ibu istimewa untuk anak istimewaku. 😊


Dari Rumah untuk Dunia

Ibu Profesional

Konferensi Ibu Pembaharu



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Tantangan Hari Ke-1 Zona 3 (Tahap Perkembangan Anak)

  Ceritaku tentang pengalaman stimulasi hari ini adalah sebagai berikut. Hari ini Bunda yang menjemput R pulang sekolah. Bunda menanyakan bagaimana perasaan R hari ini. R menjawab baik-baik saja.  Apakah R bisa menjawab soal ujian hari ini?. R menjawab bisa, Bund. bagaimana dengan K (teman K), ada K main sama R tadi? (K adalah teman R yang 2 hari yang lalu bertengkar dengan R) R jawab ada. Masih ada K bilang bahwa K ndak mau berteman dengan R lagi (awalnya K bercanda, tapi karena keseringan R menjadi marah dan bertengkar dengan K 2 hari lalu). ini sekelumit percakapanku dengan R tadi.  Alhamdulillah aku bisa menjadi pendengar yang baik hari ini untuk R. Sementara R, hingga malam ini sebagian besar dalam suasana hati yang baik. Semoga ini adalah dampak dari Bundanya yang berusaha menjadi pendengar yang baik. Aamiin.

Jurnal Tantangan Hari Ke-2 Zona 3 (Tahap Perkembangan Anak)

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Hari ini adalah hari kedua bagi Bunda (baca: saya) dalam menjalani tantangan pada zona 3 kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional. Tema pada zona 3 ini yaitu "Tahap Perkembangan Anak". Selama 14 hari sejak tantangan dimulai, Bunda  ditantang untuk memberikan stimulasi yang tepat terhadap perkembangan anak sesuai dengan usianya. Bagi yang penasaran seperti apa rencana Bunda, sangat boleh untuk mengintipnya di sini 👉 Jurnal Tantangan Hari ke-1 zona 3 .  Rencana Aktivitas Stimulasi Hari Ini Adapun rencana Bunda hari ini dapat dilihat pada tabel berikut: Bunda memilih aspek emosi untuk distimulasi karena anak diusia 7-8 tahun cenderung mudah marah karena hal sepele. Hal ini terjadi terjadi karena anak usia tersebut sedang mengalami lonjakan hormon yang memicu peningkatan emosi. Rafif pun sering mengalami hal ini. Di usia ini, anak juga mulai menginginkan lebih banyak privasi sehingga Rafif mungkin butuh aktivitas atau suasana yang memberinya ba

Tantangan Hari Ke-7 Zona 6 - Keterampilan Literasi (Ibu Baca Buku)

  #tantanganzona6 #ketrampilanliterasi #ibubacabuku #harike-7 #bundasayang8 #institutibuprofesional #ibuprofesionaluntukindonesia #bersinergijadiinspirasi #ip4id2023