Langsung ke konten utama

Bukan Dokter, Melainkan Guru

Jika ditanya apa cita-citamu? Apa jawabanmu?Kalau aku memilih menjadi dokter. Ya, itu cita-citaku sekitar sembilan belas tahun yang lalu. (Tahun berapa yaa...🤭). Sepertinya menjadi dokter adalah cita-cita sejagad siswa SMA. Setidaknya di sekolahku dulu. Setahuku memang banyak yang bercita-cita menjadi dokter saat itu.

Setelah ujian akhir nasional berakhir, aku mengikuti bimbingan belajar (bimbel) intensif di salah satu bimbingan belajar top saat itu. Aku memilih untuk menjalani bimbel di ibukota provinsi tempat ku berdomisili. Bimbel yang kuikuti akan berlangsung selama satu bulan. 

Aku tinggal di rumah sepupuku. Sepupuku juga akan menjalani bimbel di tempat yang sama denganku. Sepupuku ini cita-citanya sama denganku, yaitu menjadi dokter.

Singkat cerita, bimbel sudah berlangsung satu minggu. Setiap minggunya akan ada try out (TO) di akhir minggu. Aku yang memang bercita-cita menjadi dokter selalu memilih pendidikan dokter sebagai program studi saat TO. 

Lalu bagaimana hasilnya?  

Selama empat kali TO, tak pernah sekali pun nilai TO-ku mencapai passing grade minimal untuk pendidikan dokter. Aku kecewa dengan diriku sendiri karena kurang bersungguh-sungguh belajar agar nilai TO-ku mencapai passing grade Pendidikan Dokter.

Waktu pendaftaran ujian pun tiba. Di zamanku dulu namanya SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Aku yang tak pernah lulus Pendidikan Dokter saat TO tetap kukuh memilih Pendidikan Dokter sebagai pilihan pertama dalam SPMB. Aku yang memilih program IPA pada SPMB berkesempatan memilih dua program studi. Namun karena yang sangat kuidamkan hanya dokter, dokter, dan dokter, Aku masih ragu harus memilih program studi apa sebagai pilihan kedua.

Karena keraguan yang belum tertuntaskan, Aku masih belum memutuskan memilih apa sebagai pilihan kedua. Hal yang sama juga dialami Yani sepupuku. Hingga akhirnya kak Ade, kakaknya Yani turun tangan.

"Ayolah, cepat putuskan, hari ini hari terakhir. Apa kalian mau menunggu besok untuk mendaftar?" kak Ade memulai pembicaraan.

"Iya, kak. Kami pun sebenarnya ingin segera memilih namun kami belum yakin," jawabku sambil melirik ke arah Yani.

"Iya, nih Kak.. Kakak ada saran, bagusnya kami pilih apa?" Yani merespon lirikanku.

"Kalau menurut Kakak, kalian ambil saja program studi pendidikan guru, kalau menurut kakak, jadi guru juga menyenangkan lho. Apalagi bagi kita perempuan. Siang sudah pulang kerja, setelah itu bisa ngurus anak deh."

Saran kak Ade, masuk akal juga bagiku.

"Tapi kak, kalau aku pilih guru, apa mungkin aku bisa kak? Aku kan pemalu. Berdiri di depan umum saja aku grogi, apalagi mengajar kak. Mana aku kuper lagi kak."

"Begitu kamu mulai kuliah, ga bakalan langsung jadi guru, kan? Justru saat kuliah itulah nanti kamu akan belajar semuanya tentang mengajar dan mendidik."

"Tapi, kak.."

"Ah, sudah, ga ada tapi-tapi lagi. Hari sudah semakin siang nih. Ini hari terakhir pendaftaran lo. Mau nanti ikut antrean panjaaang sekalii?"

"Sekarang begini saja. Kalian pejamkan mata, kakak hitung mundur sepuluh hitungan. Silakan pilih satu jurusan pendidikan di fakultas manapun. Saran kakak sih, ambil FMIPA," kak Ade melanjutkan bicaranya.

"Kenapa, kak?"

"Ya, siapa tahu nanti kalau lulusnya di FMIPA, terus kalian masih pengen nyoba kedokteran tahun depan, setahun di FMIPA bisa sekalian persiapan untuk ngambil kedokteran lagi. Tahun pertama di FMIPA pelajarannya sebagian besar sama dengan pelajaran di SMA. Anggap aja kuliahnya sekalian bimbel. Jadi sambil menyelam minum air."

"Hmm..mhh..," aku dan Yani hanya menghela napas panjang.

"Oke, kita mulai ya, pejamkan mata kalian. Kakak hitung ya. Sepuluh, sembilan, delapan...," kak Ade mulai hitung mundur.

Sementara itu aku sambil terpejam mulai menimbang, merasakan, membayangkan jurusan apa kira-kira yang akan kupilih yang mungkin akan aku nikmati dalam menjalaninya nanti. Aku ingat-ingat kembali pelajaran mana yang paling aku sukai meskipun aku tak benar-benar menguasainya. Aku ingat pernah sampai kelevel semi final saat mengikuti lomba bidang sains. Aku juga ingat pernah mewakili sekolah dalam olimpiade sains tingkat kota pada bidang sains yang sama, walaupun belum berhasil lanjut mewakili kota di tingkat provinsi.


"Tiga, dua, satu. Waktu habis," kak Ade selesai menghitung mundur.

"Gimana Yani, Aliya, kalian sudah memutuskan?"

"Sudah kak," jawabku dan Yani hampir serempak.

Ternyata, Yani dan aku sama-sama memilih FMIPA sebagai pilihan kedua, namun beda jurusan. .

"Baiklah, apa kalian sudah mantap?" kak Ade memastikan pilihan kami.

"Aku sudah, kak."

"Aku juga sudah, kak," jawab Yani menimpali.

"Oke, kalau begitu, segera bersiap untuk pendaftaran SPMB."

Kami pun bersiap-siap menuju salah satu universitas di kota ini untuk mendaftar SPMB.

Waktu pun berlalu. Tanpa terasa hasil SPMB akan diumumkan minggu depan. Hatiku masih berharap pilihan satu-ku yang akan lulus. Hingga suatu momen membuatku ragu atas pilihanku. Aku saat itu sedang menyapu rumah sambil menonton tv. Tayangan yang kusaksikan saat itu adalah berita kecelakaan. Di masa itu sensor untuk berita seperti ini belum semaksimal sekarang. Biasanya aku tidak masalah jika melihat tayangan korban yang mengalami luka dengan banyak darah mengalir, namun entah mengapa saat itu, aku merasa pusing  melihat tayangan tersebut. Aku pun menyandarkan diri ke dinding, lalu perlahan duduk, mencoba menenangkan diri. Sejenak ku rebahkan kepalaku ke sofa yang posisinya berdekatan denganku. Sambil memejamkan mata, dalam hati ku memohon pada Yang Maha Kuasa. 

"Ya, Tuhanku. Hamba mohon. Jika lulus di kedokteran adalah baik untuk hamba, maka luluskanlah hamba di situ.  Namun, jika lulus di pilihan ke-dua lebih baik untuk hamba, maka luluskanlah hamba di pilihan ke-dua. Engkaulah Yang Maha Tahu apa yang paling baik untuk hamba, maka luluskanlah hamba pada jurusan yang terbaik bagi hamba bagi masa depan hamba, bagi kehidupan hamba yang jauh lebih panjang kelak. Ya, Tuhanku. Kabulkanlah permohonan hamba."

Waktu pengumuman pun tiba. Sore menjelang pukul 6, aku menuju warnet terdekat dari  rumahku.  Setelah login dan memasukkan nomor ujian, ternyata kulihat, aku lulus pilihan ke-dua program studi pendidikan pada fakultas MIPA. Alhamdulillah. Inilah yang terbaik untukku. Mungkin, menurut-Nya, aku lebih baik menjadi guru.  Bismillah, semoga aku bisa.


♡♡♡♡♡


#KLIP2023

#KelasLiterasiIbuProfesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Tantangan Hari Ke-1 Zona 3 (Tahap Perkembangan Anak)

  Ceritaku tentang pengalaman stimulasi hari ini adalah sebagai berikut. Hari ini Bunda yang menjemput R pulang sekolah. Bunda menanyakan bagaimana perasaan R hari ini. R menjawab baik-baik saja.  Apakah R bisa menjawab soal ujian hari ini?. R menjawab bisa, Bund. bagaimana dengan K (teman K), ada K main sama R tadi? (K adalah teman R yang 2 hari yang lalu bertengkar dengan R) R jawab ada. Masih ada K bilang bahwa K ndak mau berteman dengan R lagi (awalnya K bercanda, tapi karena keseringan R menjadi marah dan bertengkar dengan K 2 hari lalu). ini sekelumit percakapanku dengan R tadi.  Alhamdulillah aku bisa menjadi pendengar yang baik hari ini untuk R. Sementara R, hingga malam ini sebagian besar dalam suasana hati yang baik. Semoga ini adalah dampak dari Bundanya yang berusaha menjadi pendengar yang baik. Aamiin.

Jurnal Tantangan Hari Ke-2 Zona 3 (Tahap Perkembangan Anak)

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Hari ini adalah hari kedua bagi Bunda (baca: saya) dalam menjalani tantangan pada zona 3 kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional. Tema pada zona 3 ini yaitu "Tahap Perkembangan Anak". Selama 14 hari sejak tantangan dimulai, Bunda  ditantang untuk memberikan stimulasi yang tepat terhadap perkembangan anak sesuai dengan usianya. Bagi yang penasaran seperti apa rencana Bunda, sangat boleh untuk mengintipnya di sini 👉 Jurnal Tantangan Hari ke-1 zona 3 .  Rencana Aktivitas Stimulasi Hari Ini Adapun rencana Bunda hari ini dapat dilihat pada tabel berikut: Bunda memilih aspek emosi untuk distimulasi karena anak diusia 7-8 tahun cenderung mudah marah karena hal sepele. Hal ini terjadi terjadi karena anak usia tersebut sedang mengalami lonjakan hormon yang memicu peningkatan emosi. Rafif pun sering mengalami hal ini. Di usia ini, anak juga mulai menginginkan lebih banyak privasi sehingga Rafif mungkin butuh aktivitas atau suasana yang memberinya ba

Tantangan Hari Ke-7 Zona 6 - Keterampilan Literasi (Ibu Baca Buku)

  #tantanganzona6 #ketrampilanliterasi #ibubacabuku #harike-7 #bundasayang8 #institutibuprofesional #ibuprofesionaluntukindonesia #bersinergijadiinspirasi #ip4id2023